Kakao dan Kopi Indonesia Jadi Primadona di Mesir
Beritaterkini99 – Kopi dan kakao Indonesia menjadi salah satu primadona di Mesir. Untuk itu akan dilakukan kegiatan Agri Expo Mesir tahun 2019 akan diadakan pada tanggal 8-10 September 2019 di Cairo, Mesir.
Kegiatan expo ini diinisiasi oleh KBRI Cairo yang dilatarbelakangi oleh semakin diminatinya komoditas perkebunan terutama produk kakao di pasar Afrika terutama Mesir.
Sampai saat ini, RI belum memiliki kerjasama FTA dengan Mesir sehingga berpengaruh terhadap pasar produk kakao Indonesia di Mesir yang hanya berkontribusi sebesar 13 persen dari seluruh volume impor kakao Mesir.
Sedangkan untuk komoditas yang sama, kakao Malaysia berkontribusi sebesar 35,6 persen di pasar Mesir. Walaupun demikian pasar kopi Indonesia di Mesir saat ini sangat tinggi yang mencapai 70 persen.
Berdasarkan Data Ditjen Perkebunan pada 2018, ekspor komoditas perkebunan ke Mesir sebesar 990,4 ribu ton dengan nilai ekspor USD 673,7 juta. Khusus untuk cocoa powder yang banyak diminati Mesir bahwa ekspor tahun 2018 sebesar 2.345 ton dengan nilai ekspor mencapai USD 3,74 juta.
“Sedangkan produk olahan kakao lainnya seperti cocoa butter dan cocoa pasta sebesar 1.240 ton dengan nilai ekspor mencapai USD 4,84 juta. Untuk kopi, ekspor Indonesia ke Mesir sebesar 29,3 ribu ton dengan nilai ekspor mencapai USD 56,96 juta,” kata Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman di Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Berdasarkan pertemuan Dubes RI untuk Mesir Bersama perwakilan dari Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan yang telah dilaksanakan pada tanggal 2 Juli 2019.
Beberapa kegiatan yang akan difasilitasi antara lain Kegiatan expo pameran untuk produk unggulan perkebunan seperti kakao, kopi dan kelapa sawit, dan Kegiatan Bussiness Matching dengan memfasilitasi pertemuan antara mitra petani dengan para pelaku usaha di Mesir.
Sebagai informasi bahwa sebelumnya sudah dilaksanakan Expo Cairo untuk pameran produk kopi Indonesia dengan USD 80 juta.
Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan yang secara tupoksi melakukan fasilitasi dan pembinaan pada aspek pemasaran telah melakukan koordinasi dengan asosiasi pengusaha komoditas untuk berkontribusi dalam pelaksanaan Agri Expo Mesir tersebut.
“Diharapkan melalui kegiatan expo ini, komoditas perkebunan dapat melakukan perluasan akses pasar dalam arti meningkatkan volume ekspor ke Mesir secara khusus serta ke pasar Afrika dan Timur Tengah secara umum,” katanya.
Alasan RI Masih Ketergantungan Impor Kakao
Asisten Deputi Perkebunan Holtikultura, Kemenko Perekonomian, Wilistra Danny, mengakui ketergantungan impor terhadap komoditas kakao (buah coklat) masih cukup tinggi.
Ini karena produksi kakao di dalam negeri masih jauh dari kebutuhan. “Iya potensinya ada, memang di hulunya harus ditata dengan baik. Supaya produktivitasnya membaik meningkat. Sehingga ketergantungan kita impor (kakao) itu bisa terus kita kurangi,” ujar dia saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Rabu (16/1/2019).
Sebelumnya, Deputi II Bidang Pertanian dan Pangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Musdalifah, mengungkapkan usia pohon dan hama menjadi penyebab rendahnya produksi kakao di dalam negeri.
Selain itu, petani juga masih enggan untuk menanam kembali atau replanting. “Selama tanaman mereka masih berproduksi mereka tidak berpikir direplanting. Dia punya pohon ada produksinya, bisa menghasilkan, dia merasa memang itu rejeki saya, sehingga effort (usaha) membangun lebih baik atau perbaiki tanaman,” ujar dia beberapa waktu lalu.
Rendahnya produksi dalam negeri membuat Indonesia selalu mengimpor kakao untuk memenuhi kebutuhan industri.
Bahkan, pada 2017, impor kakao Indonesia mencapai angka tertinggi sepanjang sejarah yakni mencapai 226.613 ton atau setara dengan USD 486 juta.
Alokasi Peremajaan Komoditas Kelapa dan Kakao Menurun pada 2019
Sebelumnya, Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Irmijati Rachmi, mengatakan bahwa peremajaan dan perluasan untuk komoditas kelapa dan kakao dari rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2019 mengalami penurunan. Sementara, untuk karet mengalami kenaikan.
Irmijati mengatakan, rencana alokasi APBN 2018 untuk peremajaan dan perluasan komoditas kakao ditetapkan sebesar 11.800 hektar, sedangkan alokasi pada APBN 2019 mengalami penurunan menjadi 7.730 hektar. Begitu juga untuk komoditas kelapa, dari yang sebelumnya 27.350 hektar di 2019 menjadi 13.900 hektar.
“Kakao turunnya 30 persen dari 11.800 tahun ini, jadi 7.700. Kelapa separuh dia dari 28 ribu tinggal 14 ribu, jadi 50 persen. Itu turun jika dibandingkan tahun lalu, karena ketersediaan anggaranya ya segitu-gitu, menyesuaikan alokasi anggaran,” kata Irmijati saat ditemui di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (27/12).
Berbeda dengan komoditas kakau dan kelapa, komoditas karet justru mengalami kenaikan. Untuk peremajaan dan perluasan di tahun depan dalam rencana APBN 2019, karet ditargetkan mencapai 6.010 hektar dari sebelumny alokasi APBN 2018 hanya sebesar 5.260 hektar.
Di samping itu, untuk target peremajaan komoditas karet pada 2019 sendiri berada di delapan provinsi, mulai dari Aceh, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.
Kemudian untuk kakao terget peremajaan berada di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah, Aceh, Sumatra Barat, Lampung, Gorontalo, Papua Barat, Sulawesi Barat.
“Kelapa dari Aceh, mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Kalimantan Tengah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku, Bali, NTB, NTT, Papua, Maluku Utara, Gorontalo,” pungkasnya